Minggu, 08 April 2012

Mendag Diminta Siapkan Calon Anggota BPKN


DPR tidak menginginkan kekosongan keanggotaan seperti yang terjadi pada KPPU terulang.
DPR minta Mendag Diminta Siapkan Calon Anggota BPKN periode 2012-2015. 
Komisi VI DPR meminta Menteri Perdagangan Gita Wirjawan segera menyiapkan calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) untuk periode 2012-2015. Komisi yang menggawangi masalah perdagangan ini khawatir akan terjadi kekosongan keanggotaan, mengingat anggota yang ada saat ini akan habis masa kerjanya dalam waktu delapan bulan.

Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima mengatakan, masa bakti anggota BPKN akan berakhir kurang dari satu tahun lagi. Dia berharap Gita Wirjawan segera melakukan seleksi bagi calon anggota berikutnya. “Masa tugas anggota BPKN periode 2009-2012 tinggal hitungan bulan. Jangan sampai terjadi kekosongan keanggotaan akibat habisnya masa kerja anggota yang lama,” ujarnya, Selasa (7/2).

Menurut Aria, pihaknya telah menerima surat tembusan ihwal usulan penghentian dan pengangkatan anggota BPKN tersebut. Oleh sebab itu, Komisi VI meminta Mendag agar secepatnya mengagendakan pemilihan calon anggota BPKN yang baru. Dia mengingatkan bahwa proses seleksi akan memakan waktu yang cukup panjang.

Seperti diketahui, BPKN dibentuk berdasarkan amanat UUNo 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
 PP No 57 Tahun 2001 tentanng BPKN. Lembaga ini bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait upaya perlindungan konsumen di Indonesia.

Sesuai Pasal 35
 UU Nomor 8 Tahun 1999, BPKN terdiri sekurang-kurangnya 15 anggota dan sebanyak-banyaknya 25 anggota, dengan seorang ketua dan wakil ketua merangkap anggota. BPKN diangkat dan diberhentikan presiden, atas usul menteri perdagangan, setelah dikonsultasikandengan DPR.

Adapun salah satu prestasi BPKN ialah menyusun Garis Besar Kebijakan dan Strategi Perlindungan Konsumen Nasional yang digunakan sebagai acuan nasional dalam mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Sekadar diketahui, masalah kekosongan keanggotaan sempat terjadi di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hingga berakhirnya masa tugas anggota yang lama, pemerintah belum juga menyerahkan nama-nama calon anggota untuk periode 2011-2016 ke DPR.

Ujungnya, presiden mengeluarkan Keppres Nomor 71/P Tahun 2011 tanggal 12 Desember 2011, yang memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan Komisioner KPPU hingga dikeluarkannya Keppres tentang penetapan keanggotaan KPPU masa jabatan tahun 2011-2016.  

Pemerintah sendiri telah menyerahkan 19 nama calon anggota KPPU kepada Komisi VI. Akan tetapi, jumlah tersebut tidak sesuai dengan
 Keppres No 75 Tahun 1999 tentang KPPU. Pasal 14 ayat (2) menyatakan, calon yang diajukan pemerintah harus dua kali lipat dari jumlah yang ditetapkan.

“Bila yang akan ditetapkan 13 orang, maka calonnya sebanyak 26 orang. Artinya, pemerintah perlu memberikan 7 nama lagi kepada DPR,” kata Wakil Ketua Komisi VI lainnya, Erik Satrya Wardhana.

Rencananya,
 fit and proper test calon anggota KPPU akan dilaksanakan Januari lalu oleh Komisi VI. Tapi itu tadi, setelah mendengar pendapat pakar dan mengacu pada Keppres Nomor 75 Tahun 1999, agenda ini diundur sampai pemerintah memenuhi ketentuan yang dimaksud.

“Namun itu tidak jadi masalah karena masa tugas komisioner lama yang berakhir Desember tahun lalu sudah diperpanjang presiden,” tambah Erik. ( Hukum Online )

Senin, 05 Maret 2012

Bedah Kasus & Gelar Perkara




  1. TELAH TERJADI TRANSAKSI ANTARA KONSUMEN DE
             NGAN DEALER  KENDARAAN, SISTEM PEMBAYARAN   
             TUNAI.
         2. DEALER MENGELUARKAN FAKTUR TANDA PELUNA
             SAN UNTUK MENGURUS 
STNK DAN BPKB  
             KENDARAAN.
         3. SAMSAT MENERBITKAN STNK & BPKB KENDARAAN.
         4. PEMILIK ADALAH YANG NAMANYA TERTERA DI BPKB
         5. LEMBAGA PEMBIAYAAN AKAD KREDIT DENGAN  
              KONSUMEN
         6.  PERJANJIAN KREDIT DIBAWAH TANGAN TIDAK DI  
              HADAPAN NOTARIS DAN TIDAK DIDAFTARKAN DI
              DEPKUMHAM (UU No.42 Tahun 1999)
       7.  PERJANJIAN KREDITNYA TIDAK DIBUAT DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA
 YANG SAH YANG DITETAPKAN OLEH  UNDANG -UNDANG (NOTARIS) SERTA 
TIDAK DIDAFTARKAN DI DEPKUMHAM (UU.NO.42 Tahun 1999)
             PERJANJIAN KREDIT YANG DIBUAT DIBAWAH TANGAN TERBUKTI MELANGGAR  
             8 LARANGAN KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU BAP V  PASAL 18  
             AYAT 1 DAN AYAT 2 UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG   
             PERLINDUNGAN KONSUMEN. KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU



Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
     Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor  yang                   
      melibatkan  penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik   jaminan.   Tetapi untuk  menjamin kepastian hukum bagi  kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh  notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti kreditor akan memperoleh  sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa”.

                     Dengan demikian, memiliki kekuatan hak eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditor (parate eksekusi), sesuai UU No. 42 Tahun 1999Tentang Jaminan Fidusia. Lalu, bagaimana dengan perjanjian fidusia   yang tidak di  buatkan akta notaris dan didaftarkan  di kantor pendaftaran fidusia alias dibuat dibawah tangan? 

                     Pengertian akta di bawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak-pihak  dimana pembuatanya tidak di hadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh undang-undang (notaris,). Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik 
         yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang 
         dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki 
         kekuatan pembuktian sempurna.  Untuk akta yang dilakukan  di bawah tangan biasanya harus  diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan. 

                     Pertanyaannya adalah apakah sah dan memiliki kekuatan bukti hukum suatu akta di bawah tangan? Menurut pendapat penulis, sah-sah saja digunakan asalkan
         para pihak mengakui keberadaan dan isi akta  tersebut. Dalam prakteknya 
         di kampung atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan hukum dikuatkan
         lewat akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan utang piutang.

                     Namun, agar akta tersebut kuat, tetap harus dilegalisir para pihak kepada pejabat  yang berwenang. Saat ini, banyak lembaga  pembiayaan (finance) dan bank 
         (bank  umum  maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen
         (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka
         umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan
         fidusia bagi objek benda jaminan fidusia.

                      Prakteknya lembaga pembiayaan menyediakan barang  bergerak yang 
         diminta konsumen (semisal motor atau mesin industri) kemudian  diatasnamakan 
   konsumen sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman). Konsekuensinya  debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit)  secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi  sebagai penerima  fidusia. 

                     Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya  barang  mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah sama sama sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda mili debitor dan dibuatkan akta notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran  Fidusia.Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifkat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur.  

                       Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak  eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam meminjamdalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan  keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
                   Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya  tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan. Jika penerima fidusia mengalami kesulitan di lapangan, maka ia  dapat meminta pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan bantuan pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi ini bisa ditujukan kepada aparat kepolisian, pamong praja dan pamong  desa/kelurahan dimana benda objek jaminan fidusia berada. Dengan demikian bahwa pembuatan sertifikat jaminan fidusia melindungi penerima fidusia jika pemberi fidusia gagal memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian kedua belah pihak. 
         AKIBAT HUKUM
                  Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum  yang komplek dan beresiko. Kreditor bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan  dari kreditor. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak se-bagian milik debitor dan sebagian milik kreditor• Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata  dan dapat digugat ganti kerugian.

                         Dalam konsepsi hukum pidana,  eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditor melakukan pemaksaan dan ancamanperampasan. Pasal ini menyebutkan :
            1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau  orang lain 
                secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman   
                kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian  
               adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun  
              menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling   
               lama sembilan bulan.

            2. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
               Situasi ini dapat terjadi jika kreditor dalam eksekusi   melakukan pemaksaan dan  
            mengambil barang secara  sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditor yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.

           3. Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat  terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal  yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal. Inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditor dan debitor. Bahkan apabila debitor mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan  dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, karena tidak syah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.

            4.  Mungkin saja debitor yang mengalihkan barang objek  jaminan fidusia di laporkan atas tuduhan penggelapan sesuai   Pasal  372 KUHPidana menandaskan: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau seba gian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. 

•          Oleh kreditor, tetapi ini juga bisa jadi blunder karena bisa saling melaporkan karena sebagian dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditor dan debitor, dibutuhkan keputusan perdata oleh pengadilan negeri setempat untuk mendudukan  porsi masing-masing pemilik barang tersebut untuk kedua belah pihak.  Jika hal ini ditempuh maka akan terjadi proses hukum yang panjang, melelahkan dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit.

•          lancar saja. Menurut penulis, hal ini terjadi karena masih lemahnya daya tawar nasabah  terhadap kreditor sebagai pemilik dana. Ditambah lagi pengetahuan hukum masyarakat yang masih rendah. 

•          Kelemahan ini termanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan, khususnya sektor lembaga pembiayaan dan bank yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan. Penulis juga mengkhawatirkan adanya dugaan pengemplangan pendapatan negara non pajak sesuai UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Pendapatan Negara Non Pajak, karena jutaan pembiayaan (konsumsi, manufaktur dan industri) dengan jaminan fidusia tidak didaftarkan dan mempunyai potensi besar merugikan keuangan pendapatan negara.

•          Bahwa asas perjanjian “pacta sun servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh  pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan.

•          Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya.   Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia.  Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.  
Masyarakat yang umumnya menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan transaksi. Sementara bagi Pemerintah, kepastian, keadilan dan ketertiban hukum adalah penting. 


•          memang sekarang ini banyak sekali eksekusi yang dilakukan oleh pihak pembiayaan kendaraan bermotor terhadap konsumen kredit sepeda motor/mobil yang menunggak angsurannya, padahal tindakan mereka tersebut adalah ilegal karena mereka tidak mempunyai hak eksekutorial akibat dari tidak terdaftarnya perjanjian jaminan fidusia antara konsumen dgn perusahaan pembiayaan. hal ini sudah lama berlangsung sampai sekarang tanpa adanya tindakan yang diambil dari pihak pemerintah sedangkan dari pihak konsumen mereka kebanyakan tidak tahu apakah perjanjian jaminan fidusia yg mereka tanda tangani tsb tidak didaftarkan. seharusnya eksekusi ilegal tersebut mendapat sanksi dari aparat penegak hukum karena sudah diatur dalam UU No.42/1999 ttg jaminan fidusia.
          



Senin, 28 November 2011

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 304/KMK.01/2002
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang  : 
a.   bahwa  dalam  upaya  meningkatkan  pelayanan  lelang  dan  dalam  rangka reorganisasi  Departemen  Keuangan,  dipandang  perlu  untuk  melakukan penyempurnaan ketentuan mengenai lelang;
b.   bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana  dimaksud  dalam  huruf  a perlu  menetapkan  Keputusan  Menteri  Keuangan  tentang  Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Mengingat  : 
1. Peraturan  Lelang  (Vendu  Reglement  Staatsblad  1908:189  sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1940:56);
2. Instruksi Lelang  (Vendu  Instructie Staatsblad 1908:190 sebagaimana  telah diubah dengan Staatsblad 1930:85);
3. Peraturan  Pemunggutan  Bea  Lelang  Untuk  Pelelangan  dan  Penjualan Umum ((Vendu Solaris Staatsblad 1949:390);
4. Keputsan  Presiden  Nomor  109  Tahun  2001  tentang  Unit  Organisasi  dan Tugas Ekselon I Departemen;
5. Keputusan  Presiden  Nomor  84  Tahun  2001  tentang  Kedudukan,  Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan;
6. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
7. Keputusan  Menteri  Keuangan  Nomor  374/KMK.01/1994  tentang Pelimpahan  Wewenang  kepada  Pejabat  Ekselon  I  di  Lingkungan Departemen  Keuangan  untuk  dan  atas  nama  Menteri  Keuangan menandatangani surat atau Keputusan Menteri Keuangan;
8. Keputusan  Menteri  Keuangan  Nomor  2/KMK.01/2001  tentan  Organisasi dan  Tata  Kerja  Departemen  Keuangan  sebagaimana  diubah  dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 64/KMK.01/2002; 

MEMUTUSKAN : 
Menetapkan   :  
KEPUTUSAN  MENTERI  KEUANGAN  TENTANG  PETUNJUK  PELAKSANAAN LELANG 
BAB I
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
1.Lelang adalah penjualan barang  yang  terbuka untuk umum baik secara  langsung maupun  tidak langsung melalui media elektronik dengan  cara penawaran harga  secara  lisan  dan  atau  tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat.
2.lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu.
3.lelang  non  eksekusi  adalah  Lelang  Barang  Milik/Dikuasai  Negara  atau  Lelang  Sukarela  atas barang milik swasta.
4. kantor Lelang adalah Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara  (KP2LN) dalam  lingkungan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II.
5. Pejabat  Lelang  (Vendumeester  sebagaimana  dimaksud  dalam    Vendureglement)  adalah  orang yang  khusus  diberi  wewenang  oleh  Menteri  Keuangan  untuk  melaksanakan  penjualan  barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
6. Pemandu Lelang adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan barang dalam suatu pelaksanaan lelang.
7. Superintenden (Pengawas Lelang) adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk mengawasi pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang/Kantor Lelang.  
8.Penjual  adalah  perseorangan,  badan  atau  instansi  yang  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan atau perjanjian berwenang melakukan  penjualan secara lelang.
9. pembeli  adalah  orang  atau  badan  yang  mengajukan  penawaran  tertinggi  yang mencapai  atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai pemenang lelang atau Pejabat Lelang.
10.Uang atau  jaminan Penawaran Lelang adalah uang  yang di setor  terlebih dahulu  sebagaisyarat sahnya menjadi perserta lelang, bagi lelang yang dipersyaratkan adanya uang jaminan.
11.Pengumuman  Lelang  adalah  suatu  usaha  mengumpulkan  para  peminat  dalam  bentuk pemberitahuan kepada khalayak  ramai  tentang akan diadakanya suatu penjualan secara  lelang, dan  atau  sebagai  persyaratan  hukum  sahnya  suatu  persyaratan  lelang  berdarsarkan  peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12.Nilai  Limit  adalah  nilai  minimal  yang  ditetapkan  oleh  Penjual  untuk  dicapai  dalam  suatu pelelangan sebagai dasar untuk mengengesahkan pemenang lelang.
13. Harga Lelang adalah harga penawarang  tertinggi yang dibayar oleh Pembeli  tidak  termasuk Bea Lelang  Pembeli  dan  Uang  Miskin  serta  punggutan  lain  yang  diatur  berdasarkan  peraturan perundang-undangan yang berlaku.
14. Bea  Lelang  adalah  punggutan  negara  atas  pelaksanaan  lelang  berdasarkan  Peraturan Pemerintah tentang Bea Lelang.
15. Uang Miskin adalah uang yang dipunggut dari Pembeli lelang sebagai penerimaan negara bukan pajak yang disetorkan ke Kas Negara.
16. Risalah  Lelang  adalah  berita  acara  pelaksanaan  lelang  yang  dibuat  oleh  Pejabat  Lelang  yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak.
17. Grosse Risalah  Lelang  adalah  salinan  asli  dari Risalah  Lelang  yang  berkepala  “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
18. Direktur Jendral adalah Direktur Jendral Piutang dan Lelang Negara.

BAB II 
PERSIAPAN LELANG 

Bagian Pertama
Permohonan Lelang

Pasal 2
(1)  Setiap  penjual  yang  bermaksud melaklukan  penjualan  secara  lelang mengajukan  permohonan lelang secara tertulis desertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang.
(2)  Dalam hal  lelang PTUPN, Nota Dinas dari Kepala Seksi Piutang Negara berlaku sebagai Suarat Permohonan Lelang.
(3)  Kantor  Lelang  tidak  boleh  menolak  permohonan  lelang  yang  diajukan  kepadanya  sepanjang persyaratan lelang sudah dipenuhi.
(4)  Tata  cara  dan  persyaratan  permohonan  lelang  diatur  lebih  lanjut  dengan  Keputusan  Direktur Jendral.

Pasal 3
Penjual bertanggung jawab terhadap keabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang

Pasal 4
Lelang dilaksanakan dalam wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang berada

Pasal 5
Lelang  non  eksekusi  dapat  dilaksanakan  di  luar  wilayah  kerja  Kantor  Lelang,  setelah  mendapat persetujuan :
(1) Direktur Jendral untuk barang-barang  yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah DJPLN; atau
(2) Kepala Kantor Wilayah DJPLN setempat untuk barang-barang yang berada dalam wilayah Kantor Wilayah DJPLN setempat.

Bagian Ketiga 
Syarat Lelang

Pasal 6
(1)  Kantor Lelang menentukan syarat-syarat umum dalam pelaksanaan lelang. 
(2)  Penjual dapat menentukan syarat-syarat lelang yang bersifat khusus.
(3)  Syarat-syarat  lelang  sebagaimana  demaksud  dalam  ayat  (2),  tidak  boleh  bertentangan  degan peraturan umum lelang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)  Syarat umum dan syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut denga Keputusan Direktur Jendral.



Pasal 7
(1) Setiap pelaksanaan  lelang  tanah atau  tanah dan bangunan dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan Setempat.
(2) Dalam  hal  tanang  atau  tanah  dan  bangunan  yang  akan  dilelang  belum  terdaftar  di  Kantor Pertanahan Setempat :
a.Kepala  Kantor  Lelang  mensyaratkan  kepada  Penjual  meminta  Surat  Keterangan  dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan; dan
b.Berdasarkan  Surat  Keterangan  sebagaimana  dimaksud  dalam  haruf  a,  Kantor  Lelang meminta Surat Keterangan  Tanah ke Kantor Pertanahan setempat.


Pasal 8
(1)  Pelaksanaan lelang dilakukan pada jam dan hari kerja.
(2)  Lelang dapat dilaksanakan di luar jam dan hari kerja dengan persetujuan Superintenden.

Bagian Keempat
Penundaan dan Pembatalan Lelang 

Pasal 9
(1)  Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat ditunda atau dibatalkan, dengan putusan/penetapan Pengadilan atau atas permintaan Penjual.
(2)  Penundaan  atau  pembatalan  lelang  yang  diminta  oleh  Penjual  harus  diajukan  secara  tertulis kepada Kepala Kantor Lelang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal lelang.
(3)  Penundaan  atau  pembatalan  lelang  di  luar  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1) dapat dilaklukan sepanjang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 10
Pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan .

Bagian Kelima
Uang Jaminan Penawaran Lelang
Pasal 11
(1)  Setiap peserta lelang menyetorkan Uang Jaminan penawaran lelang kecuali pada lelang kayu jati dari tangan pertama dan lelang melalui Balai Lelang.
(2)  Dalam hal  lelang melalui Balai Lelang mensyaratkan Uang Jaminan Penawaran Lelang, peserta lelang menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang ke Balai Lelang.
(3)  Besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang ditentukan oleh Penjual.

Pasal 12
(1)  Dalam hal peserta  lelang tidak ditunjuk sebagai pembeli, Uang Jaminan Penawaran Lelang akan dikembalikan seluruhnya tanpa potongan.
(2)  Pengembalian  Uang  Jaminan  Penawaran  Lelang  selambat-lambatnya  1  (satu)  hari  kerja  sejak diterimanya permintaan pengembalian uang jaminan dari peserta lelang.
(3)  Terhadap perserta lelang yang ditunjuk sebagai pembeli, Uang Jaminan Penawaran Lelang akan diperhitungkan dengan pembayaran harga lelang.
(4)  Apabila pembeli  tidak melunasi pembayaran harga  lelang sesuai ketentuan  (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang disetorkan ke Kas Negara sebagai penerimaan lain-lain.
Caption : 
(5)  Khusus  lelang  melalui  Balai  Lelang,  apabila  pembeli  tidak melunasi  pembayaran  harga  lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang menjadi milik Balai Lelang dan atau Pemilik Barang sesuai kesepakatan antara Baliai Lelang dengan Pemilik Barang.

Bagian Keenam
Pengumuman Lelang 
Pasal 13 

(1)  Penjualan  secara  lelang  didahului  dengan  Pengumuman  Lelang  yang  dilakukan  oleh  Penjual melalui  surat  kabar  harian,  selebaran,  atau  tempelan  yang mudah  dibaca  oleh  umum  dan  atau melalui media  elektronik  termasuk  internet  di wilayah  kerja  Kantor  Lelang  tempat  barang  akan dijual.
(2)  Dalam  hal  tidak  ada  surat  kabar  harian  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  Pengumuman Lelang diumumkan dalam suarat kabar harian yang terbit di tepat yang paling dekat dan beredar di wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang akan dijual.

Pasal 14
Pengumuman Lelang sekurang-kurangnya memuat :
a.  Identitas Penjual;
b.  Hari, tanggal, jam dan tempat lelang dilaksanakan;
c.  Nama, jenis dan jumlah barang;
d.  Besar dan cara penyetoran uang jaminan penawaran lelang; dan
e.  Lokasi, luas tanah, dan jenis hak atas tanah, khusus barang tidak bergerak berupa tanah.




Pasal 15
(1)  Pengumuman  Lelang  untuk  lelang  eksekusi  terhadap  barang  tidak  bergerak  atau  barang  tidakbergerak  yang  dijual  bersama-sama  dengan    barang  bergerak    dilakukan  dengan  ketentuansebagai berikut :
a.  Pengumuman  dilakukan    dua  kali  berselang    15  (lima  belas)    hari.  Jangka  waktu pengumuman  lelang  pertama  ke  pengumuman  lelang  kedua  sekurang-kurangnya  15  (lima belas) hari, dan diatur sedemikian rupa sehingga pengumuman  kedua tidak  jatuh pada hari libur/hari besar;
b.  Pengumuman pertama diperkenankan  tidak menggunakan surat kabar harian,  tetapi dengan cara  pengumuman melalui  selebaran,  tempelan  yang mudah  dibaca  oleh  umum,  dan  atau melalui media elektronik termasuk internet. Namun demikian apabila dkehendaki oleh Penjual pengumuman pertama dapat dilakukan dengan surat kabar harian.
c.  Pengumuman  kedua  harus  dilakukan  melalui  surat  kebar  harian  dan  dilakukan  sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
(2)  Pengumuman  Lelang    untuk  lelang  eksekusi  terhadap  barang  bergerak  dilakukan  1  (satu)  kali melalui  surat  kabar  harian  sekurang-kurangnya  6  (enam)  hari  sebelum  pelaksanaan  lelang, kecuali  untuk  barang-barang  yang  lekas  busuk,  rusak,  dan  barang  berbahaya  dapat  dilakukan kurang dari 6 (enam) hari.

Pasal 16
Khusus  pengumuman  lelang  eksekusi  pajak  untuk  barang  bergerak  yang  nilai  limit  keseluruhannya tidak  lebih dari Rp. 20.000.000,-  (dua puluh  juta  rupiah) dalam  satuk kali  lelang, dapat di  lakukan 1 (satu)  kali  melalui  selebaran,  tempelan  yang  mudah  di  baca  oleh  umum  dan  atau  melalui  media elektronik termasuk internet, sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan lelang.

Pasal 17
(1) Dalam hal lelang eksekusi telah dilaksanakan dan perlu dilelang ulang, pengumuman lelang ulang dilakukan  dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk  melelang  barang  tidak  bergerak  atau  barang  bergerak  yang  dijual  bersama-sama dengan barang tidak bergerak, dilakukan dengan cara :
1. Pengumuman  lelang  ulang  dilakukan  1  (satu)  kali melalui  surat  kabar  harian  sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang, jika waktu pelaksanaan lelang yang dimaksud tidak melebihi 60 (enam puluh) hari dari pelaksanaan lelang terdahulu atau dari pelaksanaan lelang terakhir; atau
2.  Pengumuman lelang ulang berlaku ketentuan sebagaimana lelang eksekusi yang pertama kali,  jika waktu pelaksanaan  lelang ulang dilakukan  lebih dari 60  (enam puluh) hari dari pelaksanaan lelang terdahulu atau dari pelaksanaan lelang terakhir;
b.  Untuk  lelang  barang  bergerak,  Pengumuman  Lelang  ulang  dilakukan  1  (satu)  kali  melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang;
(2)  Pengumuman lelang ulang sebagaimanan dimaksud dalam haruf a angka 1 dan huruf b menunjuk Pengumuman Lelang terakhir.

Pasal 18
(1)  Pengumuman Lelang untuk lelang non eksekusi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.  Barang tidak bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang; 

b.  Barang  bergerak  dilakukan  1  (satu)  kalil melalui  surat  kabar  harian  sekurang-kurangnya  5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang;
c.  Barang bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2)  Pengumuman  Lelang  untuk  lelang  non  eksekusi  yang  diulang  berlaku  ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 19
(1)  Pengumuman  Lelang  untuk  lelang  non  eksekusi  terhadap  barang  bergerak  dan  tidak  bergerak yang nilai limit keseluruhan tidak lebih dari Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dalam satu kali lelang  , dapat dikukan 1(satu)  kali melalui  selebaran,  tempelan  yang mudah dibaca oleh umum dan  atau  media  elektronik  termasuk  internet,  sekurang-kurangnya  5  (lima)  hari  sebelum pelaksanaan lelang.
(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku dalam hal ada permintaan  tertulis dari Penjual untuk mengumumkan melalui  selebaran,  tempelan  yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media elektronik termasuk internet dan di setujui oleh Kepala Kantor Lelang.



Pasal 20
Untuk lelang yang sudah terjadwal, jadwal pelaksanaan lelang dalam setiap bulan diumumkan melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang.

Pasal 21
Pengumuman  lelang non eksekusi yang pelaksanaan  lelangnya dilakukan oleh Kantor Lelang di  luar wilayah  barang  berada  dilaklukan  disurat  kabar  harian  tempat  pelaksanaan  lelang  dan  di  tempat barang berada.

Pasal 22
(1)  Pengumuman  Lelang  yang  sudah  diterbitkan  melalui  iklan  surat  kabar  harian,  selebaran  atau melalui media lainnya, apabila diketahui terdapat kekeliruan yang prinsipil harus segera diralat.
(2)  Kekeliruan  yang prisipil  sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) menyangkut  tanggal, waktu dan tempat  lelang,  spesifikasinya  barang-barang,  atau  persyaratan  lelang  seperti  besarnya  Uang Jaminan dan baras waktu penyetoran.
(3)  Ralat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak boleh dilakukan terhadap hal-hal berikut :
a.  Menaikkan besarnya uang jaminan;
b.  Memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang;
c.  Memajukan batas waktu penyetoran uang jaminan; atau
d.  Memindahkan lokasi lelang di luar kota tempat pelaksanaan lelang semula.
(4)  Ralat Pengumuman Lelang diumumkan melalui surat kabar harian atau media yang sama dengan menunjuk  pengumuman  sebelumnya  dan  dilakukan  paling  lambat  3  (tiga)  hari  sebelum pelaksanaan lelang.
(5)  Ralat Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat  (4) diberitahukan secara  tertulis kepada Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan.
 
BAB III
PELAKSANAAN LELANG 
Bagian Pertama
Nilai Limit

Pasal 23
(1)  Setiap pelaksanaan lelang harus ada Nilail Limit.
(2)  Nilai  Limit  ditentukan  oleh  Penjual  dan  diserahkan  kepada  Pejabat  Lelang  selambat-lambatnya pada saat akan dimulainnya pelaksanaan lelang.

Pasal 24
Penawaran tertinggi yang telah mencapai atau melampaui Nilai Limit disahkan sebagai Pembeli.

Bagian Kedua
Ketentuan Pelaksanaan Lelang
  
Pasal 25
(1)  Setiap lelang dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang.
(2)  Khusus  pelaksanaan  lelang  melalui  internet,  Pejabat  Lelang  menutup  penawaran  lelang  dan mengesahkan pembeli.
(3)  Pelaksanaan  lelang  yang  menyimpang  dari  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1) adalah tidak sah.

Pasal 26
(1)  Dalam  hal  penawaran  lelang  dilaksanakan  secara  lisan,  Pejabat  Lelang  dapat  dibantui  oleh Pemandu Lelang.
(2)  Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai PJPLN atau dari luar PJPLN.
(3)  Persyaratan  untuk  menjadi  Pemandu  Lelang  diatur  lebih  lanjut  dengan  Keputusan  Direktur Jendral.

Pasal 27
(1)  Lelang dapat dilaksanakan melalui Internet, kecuali lelang eksekusi.
(2)  Ketentuan  lelang  melalui  Internet  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  diatur  lebih  lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.

Bagian Ketiga
Penawaran Lelang

                                                                                    Pasal 28
(1) Cara penawaran lelang ditetapkan oleh Kepala Kantor Lelang dengan memperhatikan usulan dari   Penjual.
(2) Cara penawaran yang ditetapkan harus diumumkan di depan calon pembeli sebelum lelang   dilaksanakan.
(3) Cara penawaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat didahului dengan pengumuman di   media massa, selebaran, tempelan, media elektronik termasuk Internet.

                                                                         Pasal 29
Penawaran  yang  telah  diajukan  kepada  Pejabat  Lelang  tidak  dapat  diubah  atau  dibatalkan  oleh peserta lelang.

                                                                         Pasal 30
Dalam  hal  terdapat  beberapa  peserta  lelang  yang mengajukan  penawaran  tertinggi  secara  tertulis dengan  nilai  yang  sama  yang  mencapai  atau  melampaui  Nilai  Limit,  Pejabat  Lelang  berhak menentukan 1 (satu) pembeli dengan melakukan penawaran secara lisan naik-naik yang hanya diikuti oleh mereka yang melakukan penawaran tertinggi yang sama.
 
Bagian Keempat 
Bea Lelang

Pasal 31
(1)  Atas  pelelangan    barang  bergerak  dikenakan  Bea  Lelang  sebesar  3%  (tiga  persen)  kepada Penjual dan 9% (sembilan persen) kepada Pembeli dari harga lelang.
(2)  Atas  pelelangan  barang  bergerak  yang  ditahan  dikenakan  Bea  Lelang  Ditahan  sebesar  1,5% (satu setengah persen) kepada Penjual dari penawaran lelang yang tertinggi.
(3)  Atas pelelangan barang bergeral bersama-sama dengan barang tidak bergerak dalam satu paket dikenakan Bea Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 32
(1)  Atas  pelelangan  barang  tidak  bergerak  dikenakan  Bea  Lelang  sebesar  1,5%  (satu  setengah persen) kepada Penjual dan 4,5% (empat setengah persen) kepada Pembeli dari harga lelang.
(2)  Atas  pelelangan  barang  tidak  bergerak  yang  ditahan  dikenakan  Bea  Lelang  Ditahan  sebesar 0,375% (tiga ratus tujuh puluh lima perseribu persen) kepada Penjual dari penawaran lelang yang tertinggi.
(3)  Atas pelelangan pabrik dan mesin-mesinnya yang melekat menjadi satu kesatuan dikenakan Bea Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
  
Pasal 33
(1)  Lelang  kayu dari  tangan  pertama  yang dilaksanakan oleh Kantor Lelang dikenakan Bea Lelang sebesar 1,5% (satu setengah persen) kepada penjual dan 3% (tiga persen) kepada Pembeli dari harga lelang.
(2)  Lelang  kayu  selain  dari  tangan  pertama  dikenakan  Bea  Lelang  sebagaimana  dimaksud  dalm Pasal 31 ayat (1).

Pasal 34
Lelang barang-barang milik negara tidak dikenakan Bea Lelang Penjual, Bea Lelang Ditahan dan Bea Lelang Batal

Pasal 35
Lelang  kayu  kecil  yang  diselenggarakan oleh Perum Perhutani dikenakan Bea  Lelang    sebesar 3% (tiga persen) kepada Pembeli dari harga lelang.

Pasal 36
Lelang yang diselenggarakan oleh Perum Pegadaian dikenakan Bea Lelang sebesar 3% (tiga persen) kepada Penjual dan 9% (sembilan persen) kepada Pembeli dari harga lelang.

Pasal 37
(1)  Penundaan atau pembatalan  terhadap  rencana pelaksanaan  lelang yang dilakukan oleh Penjual dalam  jangka  waktu  kurang  dari  8  (delapan)  hari  sebelum  lelang  dikenakan  Bea  Lelang  Batal sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), kecuali lelang sukaraela.
(2)  Penundaan atau pembatalan lelang tidak dikenakan Bea Lelang Batal, meskipun dibatalkan atau ditunda dalam waktu kurang dari 8 (delapan) hari, karena:

a.  Surat keterangan tanah belum ada;
b.  Objek lelang musnah;
c.  Terdapat putusan/penetapan pembatalan atau penundaan lelang dari peradilan; atau
d.  Terdapat perbedaan data objek dalam dokumen-dokumen yang diterima oleh Pejabat Lelang.

Bagian Kelima
Pembeli

Pasal 38
(1)  Pembeli disahkan oleh Pejabat Lelang.
(2)  Pembeli berkewajiban atas pembayaran harga  lelang, Bea Lelang, Uang Miskin dan punggutan lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 39
(1)  Dalam hal Pembeli bertindak untuk orang lain atau Badan harus disertai dengan surat kuasa.
(2)  Bank  sebagai  kreditor  dapat  membeli  agunannya  melalui  lelang,  dengan  menyatakan  bahwa pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3)  Dalam  jangka  waktu  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat    (2)  telah  terlampaui,  bank  dianggap sebagai pembeli.
(4)  Pembelian agunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)  disertai dengan akte notaris.

Pasal 40
Pejabat  Lelang,  Pejabat  Penjual,  Pemandu  Lelang,  Hakim,  Jaksa,  Panitera,  Juru  Sita, Pengacara/Advokat, Notaris, PPAT, Penilai, dan Pegawai DJPLN, yang  terkait dengan pelaksanaan lelang dilarang menjadi pembeli.

Bagian Keenam

Pembayaran dan Penyetoran Uang Hasil Lelang

Pasal 41
(1)  Pembayaran Uang Hasil Lelang dilakukan secara tunai atau dengan cek/giro selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
(2)  Pembayaran Uang Hasil Lelang di  luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) hanya dapat dibenarkan setelah mendapat ijin dari Direktur Jendral atas nama Menteri Keuangan.  
(3)  Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jendral.
(4)  Pembeli  yang  tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah disahkan sebagai Pemenang Lelang tidak diperbolehkan mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesi dalam waktu 6 (enam) bulan.

Pasal 42
(1)  Penyetoran  hasil  bersih  lelang  kepada  Penjual  selambat-lambatnya  3  (tiga)  hari  kerja  setelah
pembayaran diterima oleh Bendaharawan Penerima.
(2)  Bendaharawan Penerima menyetorkan Bea Lelang, Uang Miskin dan Pajak Penghasilan (PPh) ke Kas Negara, dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima.

BAB IV
RISALAH LELANG

Pasal 43
(1)  Setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang.
(2)  Risalah Lelang terdiri dari :
a.  Bagian Kepala
b.  Bagian Badan; dan
c.  Bagian Kaki.
(3)  Setiap Risalah Lelang diberi nomot urut tersendiri.

Pasal 44
Bagian kepala Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya :
a.  Hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka;
b.  Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili dari Pejabat Lelang;
c.  Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili penjual;
d.  Nomor/tanggal surat permohonan lelang;
e.  Tempat pelaksanaan lelang
f.  Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;
g.  Dalam hal  yang  dilelang barang-barang  tidak bergerak berupa  tanah atau  tanah dan bangunan harus disebutkan :
1.  status hak tanah atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti kepemilikan;
2.  surat keterangan tanah dari Kantor Pertanahan; dan 
3.  keterangan lain yang membebani tanah tersebut;
h.  Cara bagaimana lelanlg tersebut telah diumumkan oleh penjual; dan
i.  Syarat-syarat umum lelang.

Pasal 45
Bagian Badan Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya :
a.  Banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah;
b.  Nama barang yang akan dilelang;
c.  Nama,  pekerjaan  dan  alamat  pembeli,  sebagai  pembeli  atas  nama  sendiri  atau  sebagai  kuasa atas nama orang lain;
d.  Bank  kreditor  sebagai  pembeli  untuk  orang  atau  Badan  Hukum  atau  Badan  Usaha  yang  akan
ditunjuk namanya (dalam hal bank kreditor sebagai pembeli lelang);
e.  Harga Lelang dengan angka dan huruf; dan
f.  Daftar barang yang laklu terjual/ditahan memuat nilai, mama, alamat pembeli.

Pasal 46
Bagian Kaki Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya :
a.  Banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf;
b.  Jumlah nilai barang-barang yang telah terjual dengan angka dan huruf;
c.  Jumlah nilai barang-barang yang ditahan dengan angka dan huruf;
d.  Banyaknya surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang dengan angka dan huruf;
e.  Jumlah  perubahan  yang  dilakukan  (catatan,  tambahan,  coretan  dengan  penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka dan huruf; 
f.  Tanda tangan Pejabat Lelang dan penjual/kuasa penjual dalam hal lelang barang bergerak; atau
g.  Tanda tanga Pejabat Lelang, penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli dalam hal  lelang
barang tidak bergerak.

Pasal 47 

(1)  Pembetulan  kesalahan  pembuatan  Risalah  Lelang  berupa  pencoretan,  penggantian,  dilakukan sebagai berikut :
a.  Pencoretan kesalahan kata, huruf atau angka dalam Risalah Lelang dilakukan dengan garis lurus tipis, sehingga yang dicoret dapat dibaca; dan atau
b.  Penambah/perubahan  kata  atau  kalimat  Risalah  Lelang  ditulis  disebelah  pinggir  kiri  dari lembar Risalah Lelang. Apabila  tidak mencukupi ditulis pada bagian bawah dari bagian kaki Risalah Lelang dengan menunjukan  lembar dan garis yang berhubungan dengan perubahan itu.
(2)  Jumlah  kata,  huruf  atau  angka  yang  dicoret  atau  yang  ditambahkan  diterangkan  pada  sebelah pinggir lembar Risalah Lelang, begitu pula banyaknya kata/angka yang ditambahkan.
(3)  Perubahan sesudah Risalah Lelang ditutup dan ditandatangani tidak boleh dilakukan.

Pasal 48
(1)  Penandatanganan Risalah Lelang dilakukan oleh :
a.  Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir;
b.  Pejabat  Lelang  dan  penjual/kusa  penjual  pada  lembar  terakhir  dalam  hal  lelang  barang bergerak; atau
c.  Pejabat lelang, penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.
(2)  Apabila  Penjual  tidak  menghendaki  mendatangkan  Risalah  Lelang  atau  tidak  hadir  setelah Risalah Lelang ditutup, hal ini dinyatakan oleh Pejabat Lelang sebagai tanda tangan.

Pasal 49
Catatan setelah Risalah Lelang ditutup, dilakukan sebagai berikut :
a.  Jika terdapat hal prinsipil yang diketahui setelah penutupan Risalah Lelang, Kepala Kantor Lelang mencatat hal tersebut bagian bawah setelah tanda tangan; dan
b.  Setiap catatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kepala Kantor Lelang membubuhi tanggal dan tanda tangan.

Pasal 50
(1)  Pihak  yang  berkepentingan  dapat  memperoleh  salinan/petikan/grosse  yang  otentik  dari  minut Risalah Lelang dengan dibebani Meterai.
(2)  Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a.  Pembeli;
b.  Penjual; dan
c.  Instansi pemerintah untuk kepentingan dinas.
(3)  Salinan/petikan/grosse yang otentik dari Minut Risalah Lelang ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang.

Pasal 51
Grosse  Risalah  Lelang  yang  berkepala  “DEMI  KEADILAN  BERDASARKAN  KETUHANAN YANG MAHA ESA”, dapat diberikan atas permintaan pembeli atau kuasanya.

BAB V
PEMBUKUAN DAN LAPORAN LELANG

Pasal 52
(1)  Kantor Lelang menyelenggarakan pembukuan dari  laporan  yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang.
(2)  Penyelenggaraan  pembukuan  dan  laporan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  diatur  lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jendral.

Pasal 53
(1)  Bendaharawan Penerima Kantor Lelang wajib melakukan :
a.  Pencatatan semua penerimaan dan pengeluaran uang hasil pelaksanaan lelang; dan
b.  Pembuat  laporan/pertanggungjawaban  semua  penerimaan  dan  pengeluaran  uang  hasil pelaksanaan lelang.
(2)  Penyelenggaraan  pembukuan  dan  laporan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  diatur  lebih lanjut denga Keputusan Direktur Jendral.

BAB VI 
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
Pada  saat  Keputusan  Menteri  Keuangan  ini  mulai  berlaku  Keputusan  Menteri  Keuangan  Nomor 337/KMK.01/2000  tentang  Petunjuk  Pelaksanaan  Lelang  sebagaimana  telah  diubah  dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK.01/2000, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 55 
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku opada tanggal ditetapkan. Agar  semua  oran  mengetahuinya,  memerintahkan  pengumuman  Keputusan  Menteri  Keuangan  ini dengan penempatannya dala Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Juni 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BOEDIONO