LPK Nasional berdiri menindaklanjuti Surat Tugas Pimpinan Pusat Mendirikan Pos Pengaduan masyarakat Pasca bencana Merapi Kabupaten Sleman berdirinya LPK NASIONAL " MENGACU KEPADA PERMENIDAG NOMOR 302 PASAL 9, DAN DIPERKUAT DENGAN SK PIMPINAN PUSAT TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI LPKNI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.di syahkan Kepala Dinas Perindustrian,Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman Nomor 503/01/TDLPK/CAB./V/2011.
Senin, 16 Mei 2011
Senin, 02 Mei 2011
Perlindungan Konsumen bidang Pendidikan
Indonesia, sebelum memprokalmirkan diri sebagai negara yang merdeka, hingga sekarang adalah negara yang subur makmur gemah ripah lohjinawi, Namun sudahkah dengan kekayaan Indonesia mampu menopang dan menyelenggarakan pendidikan sesuai UU Dasar 1945 ? Sudah meratakah Pendidikan yang setiap 2 Mei ini kita peringati bersama ?Sudah cerdaskah mayoritas bangsa kita dari sabang sampai Meraoke ? Dari Kota hingga pedesaan diseluruh tahnah air???????????????.Sudah mampukah Negara & Aparatur negara kita membebaskan Rakyat Miskin dengan sekolah Gratis, merata dan sesuai program wajar 12 Tahun.????
Sudahkah Pemerintah, mampu menerapkan perlindungan konsumen dibidang Pendidikan, ???
Sudahkah Pemerintah, mampu menerapkan perlindungan konsumen dibidang Pendidikan, ???
Minggu, 01 Mei 2011
LPKNI Tetap Konsisten Laksanakan UU PK
Sejak Bulan Februari 2011 Posko Pengaduan Pasca Bencana Merapi mulai beraktivitas, dan mulai membuka /menerima pengaduan yang dipusatkan di Desa Argo Mulyo, Cangkringan.
Meskipun tidak semulus yang diperkirakan, namun LPKNI, tetap Eksis melaksanakan Tugas menerima pengaduan Konsumen dari saudara kita yang merupakan korban erupsi Merapi.
" Dimanapun LPK itu mengawali kegiatan Perlindungan Konsumen pasti banyak kendala/tantangan dari segala lini "terutama dari pelaku usaha yang merasa belum taat akan peraturan perundang - undangan,".Mereka dengan berbagai cara, berupaya agar LPK tidak melakukan kegiatan.
Di Cangkringan, LPKNI sempat diberitakan miring mencari keuntungan dibalik Bencana merapi, tetapi alhamdulillah, Krew LPK tetap semangat, karena dalam benak petugas LPK tidak ada niatan seperti itu, dan itu hal yang biasa dihadapi LPK.
Meskipun banyak pelaku usaha yang tidak suka dengan kehadiran LPK, tetapi demi missi perlindungan konsumen Posko tetap berdiri dan tetap eksis serta konsisten dalam menegakkan Hukum di bidang Perlindungan Konsumen. Salam Perlindungan Konsumen, Bersama LPK Nasional Indonesia Mari " Bebaskan Rakyat dari Hutang "
Jenis dan Status Penagih Utang Dan TIP Menghadapi Debt Collector
Jenis dan Status Penagih Utang Dan TIP Menghadapi Debt Collector
Jenis dan Status Penagih Utang
a. Field Collector
Para penagih ini lebih mengandalkan otak daripada otot. Debitor bisa menanyakan setatus utangnya, lengkap dengan perincian bunga dan kemungkinan potongan jumlah utang. Biasanya collector jenis ini menagih kepada debitor yang relatif tidak sulit dan komunikatif.
b. Professional Colector
Mulai mengandalkan otot, dan mengunakan otak. Para collector jenis ini mulai dan badannya yang besar, kekar dan sangar masih komunikatif namun sudah mulai tidak kompromi. Biasanya untuk para debitor mobil yang cukup sulit ditagih.
c. Debt Collector
Benar-benar mengandalkan otot. Collector jenis ini badannya sudah kekar terkadang lengkap dengan kumis tebal dan bermuka sangar sama sekali tidak ada kompromi. Misalkan mendapat perintah untuk menagih utang Rp. 10 juta, kurang satu sen pun benar-benar diminta dan kalau tidak dikasih merekapun tidak segan-segan untuk mengintimidasi dan atau kekerasan lainya.
Tips Menghadapi DEBT COLLECTOR
Tukang tagih atau bahasa kerennya "Debt Collector" hanyalah sebagai bagian dari suatu entitas bisnis yang disebut Lembaga Pembiayaan dimana operasinya sering mengalami kredit macet para konsumennya. Kredit macet yang ada sering disebabkan karena kesalahan asumsi yang dipakai oleh lembaga pembiayaan sebagai akibat dari strategi perusahaan dalam mencapai suatu keuntungan yang tinggi.
Disisi lain para konsumen kurang bijak dalam menyikapi kebutuhan dan kurang memperhatikan kondisi ekonomi yang ada. Tapi semua hal di atas tidak dapat dijadikan alasan sebagai pembenar untuk menempuh kebijakan dengan menempatkan Debt Collector sebagai ujung tombak untuk memperlancar kredit macet yang dialami suatu perusahaan. Para konsumen haruslah lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan utamanya dalam melakukan transaksi baik jasa atau barang. Para konsumen tidak perlu takut karena bagaimanapun juga Debt Collector sama seperti kita yang mempunyai rasa cemas, takut serta gundah.
Di bawah ini adalah pasal-pasal dalam KUHP yang dapat membuat para Debt Collector berpikir seribu kali dalam melakukan aksinya. Dasar Hukum yang Biasanya Dipakai Menjerat Debt Collector
1. Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Pihak debitor bisa melaporkan setiap gertakan dan ancaman yang dilakukan debt collector. Memaksa orang lain melakukan sesuatu dengan paksaan diancam penjara 1 (satu) tahun penjara.
2. Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan.
Pihak konsumen atau debitor yang menjadi korban kekerasan fisik, jika mengakibatkan debitor luka-luka berat maka yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara.
3. Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.
Ancaman hukuman tindakan ini adalah 9 (sembilan) tahun penjara. Pasal ini dikenakan bagi mereka yang melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau yang dikenal dengan perampasan
2.4 Pembuktian Utang secara Sederhana
Pembuktian secara sederhana lazim disebut dengan pembuktian secara sumir. Hal ini diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan, bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, yakni adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Hanya saja patut disayangkan, bahwa Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini tidak memberikan penjelasan yang rinci mengenai bagaimana pembuktian sederhana itu dilakukan dalam memeriksa permohonan pailit. Tidak adanya definisi serta batasan yang jelas atau indikator-indikator yang dapat menjadi pegangan apa yang dimaksud dengan pembuktian sederhana inilah, akhirnya membuka ruang perbedaan yang lebar di antara para hakim dalam menafsirkan pengertian pembuktian sederhana dalam menyelesaikan permohonan kepailitan. Sehingga dalam hal ini muncul permasalahan, bagaimana sebenarnya sistem pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan itu. Dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah, maka penelitian bertujuan untuk mengetahui penerapan asas pembuktian sederhana dalam praktik Peradilan Niaga, mengetahui kendala atau hambatan yang ditemui oleh Pengadilan Niaga dalam penerapan asas pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan dan mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh Pengadilan Niaga dalam mengatasi kendala atau hambatan dalam penerapan asas pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan.
Langganan:
Postingan (Atom)